Hesmedia.id-Gegap gempita Pidato Presiden RI, Prabowo Subianto, di Sidang Majelis Umum ke- 80 Perserikatan Bangsa Bangsa ( PBB ) beberapa waktu lalu, menuai pujian dari berbagai negara.
Fokus Presiden RI ke- 8 ini menitikberatkan pada semangat "HUMAN FAMILY" sebagai dasar perdamaian seluruh negara, baik untuk mengakhiri atau mencegah konflik maupun sebagai dasar menjalin pergaulan antar negara secara sejajar, di mana tak ada bangsa yang merasa superior atau sebaliknya, merasa inferior. Bahkan Presiden Prabowo mengajak PBB menolak doktrin dari Sejarawan Yunani Kuno, Thucydides, yang menyatakan : " Yang Kuat dapat berbuat sekehendaknya, sementara yang Lemah harus menderita ".
Semangat "Kesamaan sebagai Keluarga Spesies Manusia" di planet Bumi inilah yang dianggap berhasil menautkan hati para pemimpin dunia. Walhasil, Marwah Presiden RI dan Bangsa Indonesia sangat termuliakan di forum tertinggi dunia tersebut.
Namun sayangnya di internal dalam negeri sendiri permasalahan "kemanusiaan" belum "termuliakan" dengan baik. Presiden Prabowo diharapkan mampu menularkan visi "Human Family" nya tersebut kepada jajaran pemerintahan di bawahnya.
Di Purwakarta, Jawa Barat, sudah hampir memasuki 7 Bulan pasca kebakaran yang menghanguskan bangunan ikon pusat perekonomian legendaris, *GS Pasar Juma'ah* , di mana nasib ratusan pedagangnya hingga sekarang masih terkatung katung, belum mendapatkan kerahiman atau "kadeudeuh" sebagai bekal untuk memulai kehidupan lagi dari Nol. Pasca kebakaran, mereka praktis tidak berpenghasilan lagi karena seluruh modalnya ikut ludes terbakar. Untuk bertahan hidup mereka berhutang ke sana sini, ada pula yang mengalami depresi berkepanjangan, tidak mau keluar rumah. Untungnya mereka masih mempertahankan IMAN dan belum nekad mengakhiri kesengsaraan dengan cara Bunuh Diri.
Sebetulnya kesempatan untuk "memanusiakan manusia" dengan memberikan kerahiman dapat tertuntaskan pada momentum anggaran perubahan APBD Purwakarta tahun 2025 ini, namun entah mengapa sampai ter-abai-kan, tidak ter-usul-kan, baik oleh Pemkab maupun DPRD.
Sampai akhirnya para pedagang mendapat pendampingan dari BELA PURWAKARTA, wadah silaturahmi lintas sektoral, berhasil menemui Bupati dan Wakil Bupati Purwakarta.
Situasi "Pembiaran" selama berbulan bulan tersebut pun cepat disadari oleh para wakil rakyat. Dipimpin Ketua Komisi 2 DPRD Kabupaten Purwakarta, Devi Mutiara Sari, beserta Dedi Juhari dan sejumlah anggota komisi 2 lainnya, beberapa waktu lalu, 4 Instansi Pemerintahan Daerah dipanggil untuk duduk bersama guna mencarikan solusi melalui anggaran yang tersedia pada tahun 2025. Ke empat instansi itu di antaranya : DKUPP, Dinsos, Kesra, dan Bapperida ( lembaga yang mengelola CSR ).
Dari hasil rapat tersebut muncul 3 opsi solusi :
1. penganggaran dana kerahiman pada APBD tahun 2026.
2. penganggaran kerahiman melalui BTT ( Biaya Tidak Terduga ) yang tersedia pada APBD tahun 2025.
3. penganggaran kerahiman melalui dana CSR tahun 2025.
Opsi rencana penganggaran kerahiman pada tahun 2026, yang kurang lebih harus menunggu realisasinya selama 5 bulan ke depan, jelas tidak diharapkan sebagai *solusi terbaik* bagi para pedagang. Jika opsi ini diambil, dengan demikian akan semakin komplit penderitaan mereka selama dalam kurun waktu satu tahun lamanya harus bertahan hidup dengan hutang yang semakin menggunung dan harus meneruskan hidup dalam situasi psikologis depresif yang berkepanjangan.
" Penganggaran kerahiman pada tahun 2026, bukan *Solusi yang Manusiawi*, Kami ini sudah betul betul dalam penderitaan, mohon disegerakan, bantu permudah urusan Kami, maka Allah SWT akan membalas mempermudah urusan para pemimpin " ungkap Entang Sobur, sesepuh para pedagang dengan nada merintih.
Pedagang terdampak kebakaran lainnya menginginkan langkah istimewa dalam pencarian solusi, sesuai *tagline* "Purwakarta Istimewa" dan "Jabar Istimewa".
" Kami menginginkan pemerintah dan DPRD mencarikan solusi dengan langkah *istimewa*, agar anggaran kerahiman atau "kadeudeuh" dapat tersalurkan pada tahun ini juga, supaya penderitaan Kami tertuntaskan dan bisa merintis usaha lagi demi menghidupi keluarga. Kami tahu pemerintah bertahun tahun mengelola dana CSR dari ratusan pabrik yang beroperasi di Purwakarta dan dari sektor swasta lainnya. Kemana saja dana CSR itu selama ini ? " ujar Erwin, salah satu pedagang korban kebakaran.
Founder Bela Purwakarta, Aa Komara menegaskan dampak dari kebakaran tersebut menimbulkan angka kemiskinan baru. Sementara di sisi lain, program penuntasan kemiskinan di Purwakarta memerlukan upaya yang masih panjang, angka pengangguran pun masih terbilang tinggi hampir menyentuh 40 ribu-an. Fenomena ini jelas memerlukan solusi "fast respond" dan "sistematis" agar beban problem sosial tidak semakin menumpuk.
Pada langkah selanjutnya, perwakilan para pedagang didampingi Bela Purwakarta menemui pimpinan DKUPP. Mereka diterima oleh Kepala DKUPP, Hariman Budi Anggoro disertai Sekertaris DKUPP, Eka Sugriyana. Kehadiran para pedagang untuk mengkonfirmasi hasil rapat dengan Komisi 2 DPRD, serta mendorong agar DKUPP mengambil opsi penganggaran kerahiman melalui BTT atau CSR dan segera melaporkannya ke Bupati.
" Jika satu bulan ke depan, tidak ada perkembangan yang berarti atau dalam artian Manajemen Kepemerintahan Purwakarta sudah tidak memiliki kemampuan sumber daya finansial lagi untuk menyalurkan kerahiman di tahun 2025 ini, maka Kami akan melangkah mencari solusi melalui jalur kementerian sekaligus meminta atensi Presiden Prabowo yang mengusung visi "Human Family" atau "Keluarga Bangsa Manusia" di mana NILAI KEMANUSIAAN diposisikan di atas segalanya.
Selama proses ke depan, Kami akan berkordinasi dengan Keluarga Besar Pendiri Purwakarta, di antaranya dengan Rd. Boyke Soerianata yang berkolega dekat dengan Jenderal Djamari Chaniago, Menko Polkam RI, yang belum lama ini dilantik Presiden Prabowo dan tentunya Kami pun segera membangun komunikasi dengan Kementerian UMKM, melalui jejaring para putra daerah Purwakarta yang turut berempati dengan nasib para pedagang ini.
Alhamdulillah mereka para putra/putri Purwakarta yang tersebar berdinas di lembaga lembaga pusat tidak lupa terhadap kampung halamannya dan selalu memonitor perkembangan Purwakarta.
*Kalau Bukan oleh Orang Purwakartanya Sendiri, SIAPA LAGI yang akan PEDULI kepada PURWAKARTA dan Masyarakatnya* " pungkas Aa Komara.
El(hm)